KERAJAAN ISLAM DI JAMBI
Temuan Prasasti persumpahan kedatuan Sriwijaya di desa Karangberahi kecamatan Pemenang kabupaten merangin yang diindikasikan sama tarihnya dengan tiga batu persumpahan Sriwijaya yaitu Prasasti kota kapur di Bangka, Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan maupun Prasasti kedukan bukit di Palembang Sumatera selatan bertahun saka 608 atau 686 Masehi. Pada Prasasti itu tertera pahatan huruf Palawa dalam bahasa Melayu kuno. Tanpa adanya perkaitan hubungan asal huruf Palawa atau adanya kesepahaman penggunaan huruf yang berasal dari India itu tak kan mungkin masyarakatnya dapat membaca. Jelasnya apakah Sriwijaya atau Melayu kala itu sudah ada hubungan dengan belahan anak benua India tersebut.
1. sejarah masuknya islam di jambi
Ungkap Hasan Mu`arif Ambary17 ada tahapan proses Islamisasi di Indonesia yaitu fase kehadiran para pedagang Muslim yang juga da`i di abad ke 1-4 Hijriah atau abad ke 7-11 M yang ditandai oleh kegiatan hubungan perdagangan dan bisa terjadi juga adanya hubungan perkawinan dengan penduduk setempat. Proses ini terjadi terutama di daerah pesisr Selat Malaka, bagian Pesisir Barat pulau Sumatera, sesuai fungsi selat Malaka sebagai tempat lalu lintas pelayaran dan perdagangan Ramainya kontak itu bisa juga terjadi dengan perkaitan kompetisi pelayaran dan perdagangan dari tiga kerajaan besar yaitu Bani Umayah di Asia bagian Barat, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Dinasti T`ang di Asia Bagian Timur sehingga terbentang hubungan jalur pelayaran dan perdagangan antara negeri-negeri Arab, Persia, India (Gujarat), Nusantara dan Cina. Untuk sampai ke fase kedua terbentuknya kerajaan Islam(abad ke 13-16 M) terjadi proses yang lama baik secara Simbiois maupun Akulturasi, Faktor Geografis yang terletak paling jauh dari tempat kelahiran agama Islam maka dapat di mengerti kalau Nusantara termasuk kawasan yang paling akhir mendapat pengaruh kebudayaan Islam. Penyeberanyapun berlangsung damai di kalangan penduduk yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu atau Budha. Banyak pedagang dari Gujarat yang karena tingkah laku ketauladanan dan ketaatan mereka beragama diangkat menjadi pemimpin seperti di Aceh dan Gersik Pada fase ketiga, agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas menyusuri Pesisir Sumatera, Semenanjung Malaka, Jawa, Kalimantan, Lombok, Sulawesi dan Maluku.
Para penyebar Islam banyak menduduki berbagai Jabatan di kerajaan dan di antaranya ada yang kawin dengan penduduk setempat. Banyak mesjid yang di bangun para penyebar agama Islam. Beberapa elemen kebudayaan lokal bernuansa Islami semakin menyebar. ada Raja dan keluarganya yang di Islamkan, banyak rakyat yang tertarik karena sosialisasi yang menyentuh hati tanpa pembongkaran akar budaya setempat. Fase ini berlangsung pada akhir abad ke 16,17 dan abad ke-18 M, dan awal abad ke 19 M. Ketiga fase ini menurut penulis terjadi dan di alami oleh Jambi. Seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963 menyimpulkan12 :
1. Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam pertama sekali masuk ke Indonesia adalah pada abad pertama hijrah atau abad ketujuh dan kedelapan Masehi langsung dari Arab
2. Wilayah pertama masuk Islam adalah Pesisir Sumatera (Samudra Pasai atau Peureulak), setelah terbentuknya masyarakat Islam maka Raja Islam pertama berada di Aceh.
Dr. Hamka juga membuat Rangkuman bahwa :
1. Agama Islam telah datang ketanah air sejak abad pertama Hijrah (abad ke 7 M) yang di bawa oleh saudagar-saudagar Islam dari Arab sebagai pelopor dan di ikuti oleh orang-orang Persia serta Gujarat.
2. Karena penyebaran Islam itu tanpa kekerasan dan tidak ada penaklukan negeri, maka penyebarannya berjalan secara berangsur-angsur.
Muhammad Said juga menyimpulkan hasil seminar itu :
1. Sumber-sumber sejarah Arab menegaskan bahwa di berbagai Bandar di Sumatera sejak abad ke 9 (catatan Mas`udi) sudah banyak pendatang Arab yang beragama Islam mendatangani tempat-tempat di maksud.
2. Berdasarkan sumber-sumber orang luar (Arab dan Tionghoa) maka besar kemungkinan bahwa islam telah masuk ke Indonesia pada Abad pertama Hijriah.
2.Senarai (silsilah) Sultan Jambi
Berikut adalah daftar Sultan Jambi.
Tahun
|
Nama atau gelar
|
---|---|
1687 – 1696
|
PANGERAN DIPATI CAKRANINGRAT bin SULTAN ABDUL MUHYI [ SULTAN KYAI GEDE ] Hilir Jambi
|
1690 - 1721
|
Pangeran Ratu Raden Kholid( Chulit ) / Sultan Abdul Rahman I bin SULTAN ABDUL MUHYI [ Sultan Sri Maharaja Batu ] Hulu Jambi
|
1770-1790
|
Sultan Ahmad Zainuddin / Sultan Anom Sri Ingalaga
|
1790 – 1812
|
Mas’ud Badruddin bin Ahmad / Sultan Ratu Seri Ingalaga
|
1812 – 1833
| |
1833 – 1841
| |
1841 – 1855
| |
1855 – 1858
|
Thaha Safiuddin bin Muhammad (pertama kali)
|
1858 – 1881
| |
1881 – 1885
| |
1885 – 1899
| |
1900 – 1904
|
Thaha Safiuddin bin Muhammad (kedua kali)
|
1904
| |
2012
|
3.Kependudukan
Penduduk Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk diperkirakan hanya sebanyak 60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris tidak berpenghuni. Etnis Melayu berdiam di pinggiran sungai Batang Hari dan Tembesi. Orang Kubu menghuni hutan-hutan, sedangkan orang Batin mendiami wilayah Jambi Hulu. Pendatang dari Minangkabau disebut sebagi orang Penghulu, yang menyatakan tunduk pada orang-orang Batin.4.Pemerintahan
Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja keempat suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.[butuh rujukan] Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.
5..Bangunan sejarah di jambi
1. Bunker Jepang
Kawasan cagar budaya Jambi Seberang terletak di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di seberang kawasan perniagaan modern Kota Jambi. Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi secara alamiah, seolah menjadi pembatas kedua kawasan ini.
Bunker adalah sejenis bangunan pertahanan militer. Bunker biasanya dibangun di bawah tanah. Banyak bunker dibangun pada Perang Dunia I dan II.
2. Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin
Istana Abdurrahman Thaha Saifuddin merupakan Istana kerajaan bekas peninggalan raja Sultan Thaha Saifuddin. Istana ini terletak di Tanah Garo Muara Tabir Jambi.
3. Jembatan Betrix
Jembatan Beatrix atau yang kerap di sebut masyarakat sebagai Beatrix Brug, terletak di Kabupaten Sarolangun. Membentang di atas Sub-DAS Batanghari, Sungai Batang Tembesi Sarolangun.
4. Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang
Kawasan cagar budaya Jambi Seberang terletak di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di seberang kawasan perniagaan modern Kota Jambi. Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi secara alamiah, seolah menjadi pembatas kedua kawasan ini.
6. Rujukan[sunting | sunting sumber]
- Elsbeth Locher-Schoten. Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda.
- Kerajaan di Nusantara